met berkunjung

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

04 Mei 2010

Kereta



Jalur KA Hidupkan Desa-desa di Batavia



Sejarah panjang moda transportasi di Batavia dan sekitarnya masih berlanjut. Pasalnya, moda transportasi ini memang kemudian berpengaruh pada banyak segi kehidupan manusia. Sebut saja tergesernya angkutan penumpang yang paling beken di masa itu, kereta kuda atau bendi, sado, pedati, atau dokar.

Sejak Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memerintahkan pembangunan jalan sepanjang sekitar 1.000 km menghubungkan Anyer ke Panarukan, di awal abad 18, kereta kuda menjadi begitu diperlukan.

Namun sejak 1871, di mana jalur kereta api di Batavia sudah terbangun dan beroperasi, maka sais dan sadonya terpaksa mulai tersingkir. Ongkos naik sado, yang sempat jadi lambang kemakmuran warga berada, jelas lebih mahal dibandingkan ongkos naik kereta. Waktu tempuhnya pun lebih cepat kereta api.

Di tahun 1873 saat jarak Batavia-Buitenzorg (Bogor) juga sudah bisa ditempuh via kereta api, habislah sejarah kereta kuda. Demikian pula untuk jarah jauh sepanjang Jalan Raya Pos, Anyer-Panarukan.

Meski sado tergusur hanya menjadi alat transportasi jaraj pendek saja, namun pekerjaan dan usaha lain meningkat dengan adanya jalur kereta api. Sebut saja pedagang di stasiun, buruh di stasiun, belum lagi para insiyur. Bisnis pun makin lancar karena pengiriman hasil bumi yang makin cepat dan nyaman. Artinya, keberadaan moda tranportasi ini menggairahkan ekonomi.

Selain itu, berkembangnya jalur kereta api juga menumbuhkan daerah-daerah yang semula terpencil. Contohnya Pegangsaan (Stasiun Cikini). Dalam beberapa penelitian tercatat, Pegangsaan merupakan gambaran desa baru yang muncul dengan pembangunan jalan kereta api.

Adolf Heuken dalam Menteng: Kota Taman Pertama di Indonesia menyebutkan, Pegangsaan termasuk dalam wilayah Afdeeling Meester Cornelis tapi saat pemerintah Afdeeling Batavia mulai merencanakan membangun permukiman baru, maka daerah tersebut dibeli dari Afdeeling Meester Cornelis dan dimasukkan ke dalam wilayah Batavia.

Alhasil Pegangsaan yang masih berupa desa kala itu, cepat berkembang. Bahkan kebun binatang nan luas pun dibikin di desa ini, belum lagi pasar, warung, dan permukiman baru.

Setelah jalur kereta api, dan jalur trem yang berkembang cepat dengan menggunakan lokomotif listrik sebelum abad 20, maka pada 1925 kereta api Batavia-Buitenzorg mengikuti jejak trem dengan menggunakan lokomotif listrik.

Seperti pernah ditulis di Warta Kota, pada saat Staatsspoorwegen (SS) berusia setengah abad, SS meluncurkan rangkaian kereta api listrik pertama di Indonesia dari Stasiun Tanjungpriuk – Jatinegara dan berlanjut ke Bogor. Dan itu terjadi sekitar pada sekitar April 1925 atau 85 tahun lalu

Contoh lokomotif listrik dari tahun 1920-an tak lain adalah si Bon Bon, lokomotif listrik ESS 3201 buatan pabrik Werkspoor tahun 1926. Lokomotif ini melayani penumpang Jakarta - Buitenzorg (Bogor) sejak akhir 1920-an sampai pertengahan 1970-an. Adalah Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) yang menemukan onggokan lokomotif tersebut dan kemudian membersihkan serta membuatnya seperti hidup kembali.

Jaringan jalan trem di Batavia yang dimiliki oleh Nederlandsche Indische Tramweg Maatschappij (NITM) dan Batavia Elektrische Tram Maatschappij (BET) kemudian bersatu dalam nama Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM) di tahun 1930.

Sebelum lokomotif listrik beroperasi di jalur kereta api Batavia – Buitenzorg, sudah ada rencana besar yaitu membangun jalur kereta api dua jalur, atau jalur ganda serta halte baru di sepanjang jalur yang sudah ada. Pada tahun 1918, demikian dilaporkan Michiel van Ballegoijen de Jong dalam Spoorwegenstations Op Java, telah terbangun jalur kereta api di sepanjang Sungai Ciliwung. Jalur itu menghubungkan Stasiun Meester Cornelis yang baru dengan Stasiun Manggarai dan kemudian berlanjut ke Bogor.

Sepuluh tahun kemudian, dari Stasiun Manggarai itu dibangun jalur ganda menuju Halte Sawah Besar sampai ke Stasiun Batavia Benedenstad (kini Stasiun Jakarta Kota).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hubungi via :