Danau Limboto merupakan danau besar yang terletak di Kabupaten
Gorontalo. Danau dengan luas sekitar 3.000 hektar ini merupakan muara
dari lima sungai besar, yakni Sungai Bone Bolango, Sungai Alo, Sungai
Daenaa, Sungai Bionga, dan Sungai Molalahu. Pada era 1950-an, Danau
Limboto memiliki kedalaman hingga 27 m. Oleh sebab itu, ketika Presiden
Soekarno datang mengunjungi Gorontalo dan sekitarnya dengan pesawat
amphibi, Danau Limboto dijadikan landasan pesawat yang dikendarai oleh
Bung Karno ini.
B. Keistimewaan
Pagi hari ataupun menjelang senja merupakan waktu paling baik untuk mengunjungi Danau Limboto. Pada waktu-waktu seperti ini, pengunjung dapat melihat permainan warna alam yang disebabkan matahari terbit ataupun tenggelam, yang semakin mempercantik pesona Danau Limboto. Sementara itu, pemandangan di sore hari akan semakin menawan dengan burung-burung liar yang beterbangan bebas di danau. Mereka merupakan burung-burung liar yang tengah pulang dari pengembaraannya.
Kecantikan Danau Limboto akan semakin bertambah jika musim bunga telah tiba. Pada musim ini, eceng gondok dan gelagah akan berbunga, menebarkan bau wangi yang semerbak. Terlebih lagi jika bersamaan dengan merekahnya bunga-bunga teratai, sebagian permukaan Danau Limboto akan tertutupi bunga teratai yang indah.
Jika lapar menyerang di tengah asyiknya menikmati pesona danau, pengunjung tidak perlu khawatir. Masyarakat nelayan sekitar danau ini menjual berbagai ikan bakar seperti nila, gabus, dan mujair, yang dapat disantap dengan sambal dabu-dabu. Ikan-ikan bakar hasil olahan nelayan setempat ini dijamin segar, karena merupakan ikan hasil tangkapan sendiri.
Selain ikan, udang lembut (rebon) juga dapat menjadi alternatif menarik bagi para pengunjung yang ingin bersantap di tepi Danau Limboto. Biasanya oleh penduduk setempat, udang ini hanya dicuci bersih, kemudian dicampur dengan kelapa parut, air jeruk nipis, serta bumbu-bumbu lainnya. Campuran rasa gurih, manis, dan pedas, dari masakan ini akan mampu membuat lidah pengunjung bergoyang menikmati kelezatannya.
C. Lokasi
Danau Limboto terletak di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Indonesia.
D. Akses
Lokasi Danau Limboto dekat dengan Bandara Jalaluddin, sehingga membuat pengunjung dari luar Gorontalo tidak terlalu sulit untuk mencapainya. Dari Bandara menuju Danau Limboto dapat ditempuh dengan menggunakan taksi ataupun mobil sewaan yang banyak menunggu di sekitar bandara.
Berikut cerita rakyat tentang Danau Limboto
Dahulu kala di daerah Limboto, Gorontalo, terdapat sebuah mata air yang
jernih dan dingin. Mata air ini jarang dijamah oleh manusia karena
terletak di tengah-tengah hutan yang lebat. Mata air inilah yang biasa
didatangi oleh para bidadari dari kayangan untuk mandi. Mata air ini
bernama Tupalo.
Pada suatu hari turunlah seorang jejaka dari kayangan, ia sangat tampan
dan perkasa. Ia bernama Jilumoto, yang artinya "seseorang yang menjelma
menjadi manusia". Ketika menyaksikan bidadari yang mandi di Tupalo, ia
menyembunyikan sayap salah seorang dari mereka. Ternyata sayap itu milik
seorang bidadari yang paling tua di antara yang lainnya yang bernama
Mbui Bungale. Saat mengetahui bahwa sayapnya hilang, Mbui Bungale tidak
dapat kembali ke kayangan. Selanjutnya ia bertemu dengan Jimuloto,
setelah saling berkenalan, Jimuloto mengajaknya untuk menikah dan
tinggal di bumi. Akhirnya mereka pun menikah. Mereka kemudian memutuskan
untuk mencari tempat tinggal dan lahan untuk bercocok tanam. Akhirnya
mereka menjumpai sebuah bukit yang mereka beri nama Hantu lo Ti'opo atau
"bukit kapas". Di bukit inilah mereka mengolah tanah dan menanam aneka
tanaman yang dapat dimakan.
Suatu ketika Mbui Bungale mendapat kiriman dari kayangan, yaitu sesuatu
yang disebut Bimelula atau mustika sebesar telur itik. Mbui Bungale
mengambil Bimelula itu dan kemudian menyimpannya pada mata air Tupalo,
tempat biasanya ia mandi, dan ditutupnya dengan sebuah tolu (tudung).
Pada suatu hari ada empat pelancong yang berasal dari bagian Timur
tersesat ke tempat itu dan menemukan mata air tersebut. Begitu melihat
air yang jernih dan dingin, mereka segera berendam di sana, saat ada di
air mereka melihat sebuah tolu terapung-apung di atas air. Mereka
penasaran dan berusaha mengambilnya. Namun tiba-tiba terjadi badai dan
angin topan di sana, hujan pun turun dengan sangat deras. Dunia menjadi
gelap gulita, mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi, lalu dengan
sekuat tenaga mereka berusaha keluar dari sana dan mencari tempat yang
aman.
Setelah badai reda, hujan pun berhenti. Mereka kembali ke mata air untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Mereka melihat tudung itu masih
terletak di tempatnya semula. Dengan penuh keheranan mereka kembali
mendekati tudung itu untuk mengangkatnya, tetapi sebelumnya mereka
meludahi tudung itu dengan sepah pinang. Setelah melakukan hal itu,
mereka tidak menjauh dari mata air, tetapi mengintip dan ingin tahu
siapa pemilik tudung itu. Tak lama kemudian datanglah Mbui Bungale
dengan suaminya bermaksud menjemput Bimelula yang tertutup dengan tudung
itu.
Ketika Mbui Bungale mendekati tudung, ia dihadang oleh empat pelancong
yang tak dikenalnya itu. Mereka kemudian berkata, "Wahai kalian berdua,
siapakah kalian sebenarnya, untuk maksud apa kalian mendatangi tempat
ini?"
"Saya Mbui Bungale, dan ini suami saya Jilumoto, kami bermaksud menjemput mustika dalam tudung itu." jawab Mbui Bungale.
Keempat orang itu dengan lantang menjawab, "Tidak seorangpun yang kami
ijinkan menjamah tempat ini, apalagi mengambil barang-barang yang ada di
sini, tempat ini adalah milik kami."
Mbui Bungale balik bertanya,, "Apa buktinya bahwa tudung itu milik kalian?"
"Lihatlah sepah pinang di atasnya, inilah buktinya," jawab salah seorang pelancong itu.
Mbui Bungale hanya tersenyum dan berkata, "Jika kalian benar menguasai
mata air dan tudung itu, cobalah kalian besarkan mata air ini menjadi
danau. Kuingatkan kepada kalian bahwa mata air ini diturunkan oleh Yang
Maha Kuasa untuk digunakan oleh manusia yang baik budi pekertinya, bukan
orang-orang tamak dan rakus. Tanah ini berada dalam lindunganNya, oleh
karena itu jalah dan jangan engkau cemarkan. Jika kalian benar-benar
pemilik mata air ini, cobalah perluas airnya, silahkan keluarkan
ilmu-ilmu kalian."
Pertama kali yang memperagakan kesaktiannya adalah orang yang dianggap
pemimpin dari mereka berempat. Sambil membentangkan tangannya dengan
lantang ia berkata, "Oh, mata air kami! Meluaslah kalian...." demikian
pemimpin rombongan itu memperagakan kesaktiannya, tapi tak terjadi
apapun di tempat itu. Air tak juga meluas, angin pun tak bergerak.
Mbui Bungale kembali tersenyum dan berkata dengan mereka berempat, "Ayo
keluarkan kekuatan kalian, buktikan jika mata air ini milik kalian. Atau
kalian telah menyerah dan mengaku kalah?"
Pemimpin rombongan itu berkata dengan nafas tersengal-sengal, "Jika kamu pemilik tempat ini, maka tunjukkanlah kemampuanmu!"
Mbui Bungale kemudian bersedakep dan mengarahkan tangannya ke arah mata
air sambil berdoa, "Tuhanku, berikanlah aku kekuatan, Luaskan dan
besarkan mata air ini, mata air para bidadari.....membesarlah.....!" Tak
lama kemudian terdengar suara air bergemuruh, tanah menggelegar,
perlahan-lahan mata air itu melebar dan meluas. Mbui Bungale dalam
sekejap telah berada di atas pohon, sementara keempat orang itu terpana
kagum melihat keajaiban itu.
Air semakin tinggi dan mulai mencapai tempat keempat orang yang berada
di atas pohon kapak, dengan berteriak mereka memohon ampun pada Mbui
Bungale, wanita itu kemudian berkata, "Masihkah kalian mengakui tempat
ini sebagai milik kalian?" Keempat pelancong itu minta maaf kepada Mbui
Bungale dan mempersilahkannya untuk mengambil tudung mustika itu.
Mbui Bungale mengambil tudung itu yang setelah dibukanya berisi sebuah
telur, dan ajaib saat itu telur tersebut menetas, di dalamnya terdapat
seorang bayi perempuan cantik yang konon akan menjadi Raja Limboto.
Gadis itu dikenal dengan nama Tulango Hula, yang artinya cahaya bulan.
Setelah itu Mbui Bungale berencana membawa bayinya pulang dan mengajak
keempat pelancong itu, sejenak ia melayangkan pandangan kembali ke
danau, di sana dilihatnya lima biji buah terapung-apung di air, ia
mengambil dan mencium buah yang ternyata jeruk itu. Sejak saat itu danau
tersebut diberi nama Bulalo Lo limu o tutu yang artinya "danau dari
jeruk kayangan", dan dikenal sebagai Danau Limboto
.
.
Sumber : http://www.ceritadongenganak.com/2015/08/cerita-rakyat-propinsi-gorontalo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar