SEJARAH AWAL NAMA REMBOKEN
Dulu
kala, nama kampung Remboken adalah Kawatuan yg artinya "Tempat
Berbatu". Disebut Kawatuan karena sesuai dengan kondisi wilayahnya yang memang terbentuk dari bebatuan.
Sejalan dengan waktu, nama Kawatuan kemudian berganti nama Remboken. Nama Remboken memiliki history yg lekat dengan suatu tempat yang sekarang bernama Sumaru Endo.
Sejalan dengan waktu, nama Kawatuan kemudian berganti nama Remboken. Nama Remboken memiliki history yg lekat dengan suatu tempat yang sekarang bernama Sumaru Endo.
Pada
sekitar abad ke-5, air danau Tondano masih menggenangi sebagian dataran
rendah di daerah Kawatuan, sehingga Sumaru Endo sendiri ketika itu masih
berbentuk sebuah pulau karena dataran rendah disekelilingnya masih
tergenang air danau. Konon juga, terbentuknya daratan berbatu berbentuk
pulau ini, terkait dengan Legenda Maengkom.
Di tepi Sumaru Endo terdapat sebuah goa yang yang selalu kena hempasan ombak air danau, sehingga menimbulkan bunyi “rembok” (bunyi hempasan ombak), sehingga penduduk kemudian menyebutnya Rinembok atau Rinembokan yang artinya "tempatnya ombak menghempas" dan kemudian lebih disingkat dengan Remboken.
Dari sinilah nama Remboken mulai disebut penduduk sekitarnya, sehingga kemudian nama Kawatuan lama kelamaan menjadi Remboken hingga sekarang.
Nama-nama desa di Remboken serta history / asal-usul namanya:
1. Leleko : Desa ini memiliki banyak tempat permandian umum dari sumber air panas, sehingga menjadi tempat favorit penduduk Remboken untuk mandi. Setiap orang yang dating untuk mandi di tempat-tempat permandian, oleh penduduk desa akan bertanya,: “Le’le kou ? atau Lumele kou ? yang artinya “Apakah kamu mau mandi ?”….. Maka lama kelamaan istilah Le’le ko menjadi popular sehingga kemudian menjadi nama kampung tersebut, yaitu Leleko.
2. Paslaten: Artinya, : “kampung terjepit”
3. Talikuran: Nama arah mata angin “Barat”
4. Timu : Nama arah mata angin “Utara”
5. Sendangan : Nama arah mata angin “Timur”
7. Sinuian : Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 18 Juni 1901, penduduk Remboken telah “menipu” sekelompok orang “Mamu’is” (atau Mapupu'is), dengan "membalikkan kenyataan" dari apa yang dicari kelompok Mamu'is. Kelompok Mamu'is adalah kelompok pencari / pemenggal kepala orang yang pernah eksis pada sekitar tahun 1800-an hingga awal tahun 1900-an. Dalam peristiwa ini, Kelompok Mamu’is tidak berhasil mendapatkan kepala orang dari penduduk, tetapi justru kepala Mamu'is - lah yang dipenggal oleh penduduk, sehingga muncul istilah bahwa Mamu'is telah di "su'i" (artinya: dibalikkan kenyataannya) oleh penduduk. Penduduk menyebut lokasi terjadinya peristiwa itu dengan nama “Sinuian”, yang artinya “Tempat membalikkan kenyataan”.
8. Parepei : Diambil dari nama Legenda Wangko Ni Parepei atau Si Raksasa Parepei / Si Parepei Bertubuh Raksasa. Legenda ini merupakan suatu legenda tentang kekuatan dan kekuasaan Orang Remboken pada sekitar abad ke-7 di kampung tersebut. Kampung kelahiran Si Raksasa Parepei ini, kemudian dinamakan desa Parepei.
9. Pulutan: tanah kampung ini banyak mengandung tanah liat, yang oleh penduduk disebut dengan “Tanah Pulut (tanah liat). Dari tanah liat (pulut) ini, penduduk kemudian mengembangkan produk gerabah hingga terkenal sampai ke negeri Jepang.
10. Kasuratan: Artinya, terdapat pohon Surat. Di kampung ini banyak terdapat jenis pohon Surat yang kulitnya digunakan untuk meracun ikan di danau Tondano. Versi lain mengatakan bahwa nama Kasuratan diambil dari kata “kinasuratan” yg artinya,: “sudah disuratkan atau sudah ditakdirkan” untuk merantau dan membangun negeri yang lain.
11. Tampusu: kondisi kampung ini adalah sebuah gunung, dan dari jauh terlihat berbentuk “pusu” atau “jantung”, sehingga penduduk menyebutnya,: “taum’pusu”, yg artinya “berbentuk seperti jantung”. Maka kemudian nama kampung dan gunung itu lebih dikenal dengan Tampusu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar