Kata orang,ke Makassar itu gak lengkap rasanya kalo belum ke Benteng
Roterdam, Benteng yang yang dahulu merupakan saksi sejarah pada masa
lampau,
Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan dijebaknya Pangeran Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai.
Pangeran Diponegoro kemudian ditangkap dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan ke Fort Rotterdam.
di Benteng in juga Terdapat Meseum La Galigo yang menyimpan kurang lebih 4.999 koleksi. Koleksi tersebut meliputi koleksi prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah, dan etnografi.
Koleksi Etnografi ini terdiri dari berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, da Toraja. Saat ini, selain sebagai tempat wisata bersejarah, Benteng ini juga dijadikan sebagai pusat kebudayaan Sulawesi Selatan.
Bentuk Benteng yang menyerupai penyu, orang Makassar dahulu
menyebutnya Benteng Payyua (Benteng Penyu) karena filosifi Penyu yang
bisa Hidup didarat Maupun di Laut.
Lokasi Benteng ini tidak jauh dari Kawasan Pantai Losari,hanya berkisar 2 Km saja.
Tepatnya di Jl.Ujung Pandang no.2.
Untuk masuk ke Kompleks Benteng ini kita gak dipungut bayaran,hanya mengisi buku tamu saja
Salah satu obyek wisata yang terkenal disini
selain melihat benteng serta museum Lagaligo adalah menjenguk ruang
tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak
tertangkap ditanah Jawa. Lokasi Benteng ini tidak jauh dari Kawasan Pantai Losari,hanya berkisar 2 Km saja.
Tepatnya di Jl.Ujung Pandang no.2.
Untuk masuk ke Kompleks Benteng ini kita gak dipungut bayaran,hanya mengisi buku tamu saja
Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan dijebaknya Pangeran Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai.
Pangeran Diponegoro kemudian ditangkap dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan ke Fort Rotterdam.
di Benteng in juga Terdapat Meseum La Galigo yang menyimpan kurang lebih 4.999 koleksi. Koleksi tersebut meliputi koleksi prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah, dan etnografi.
Koleksi Etnografi ini terdiri dari berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, da Toraja. Saat ini, selain sebagai tempat wisata bersejarah, Benteng ini juga dijadikan sebagai pusat kebudayaan Sulawesi Selatan.
Sejarah Singkat
Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu
benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan.
Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan
benteng ini sebagai “the best preserved Dutch fort in Asia”. Pada
awalnya benteng ini disebut Benteng Jumpandang (Ujung Pandang).
Benteng ini merupakan peninggalan sejarah
Kesultanan Gowa, Kesultanan ini pernah Berjaya sekitar abad ke-17 dengan
ibu kota Makassar. Kesultanan ini sebenarnya memiliki 17 buah benteng
yang mengitari seluruh ibu kota. Hanya saja, Benteng Fort Rotterdam
merupakan benteng paling megah diantara benteng benteng lainnya dan
keasliannya masih terpelihara hingga kini.
Benteng ini dibangun tahun 1545 oleh Raja
Gowa ke-X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau
Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Pada awalnya bentuk benteng ini adalah
segi empat, seperti halnya arsitektur benteng gaya Portugis. Bahan
dasarnya campuran batu dan dan tanah liat yang dibakar hingga kering.
Pada tanggal 9 Agustus 1634, Sultan Gowa
ke-XIV (I Mangerangi Daeng Manrabbia, dengan gelar Sultan Alauddin)
membuat dinding tembok dengan batu padas hitam yang didatangkan dari
daerah Maros. Pada tanggal 23 Juni 1635, dibangun lagi dinding tembok
kedua dekat pintu gerbang.
Benteng ini pernah hancur pada masa
penjajahan Belanda. Belanda pernah menyerang Kesultanan Gowa yang saat
itu dipimpin Sultan Hasanuddin, yaitu antara tahun 1655 hingga tahun
1669. Tujuan penyerbuan Belanda ini untuk menguasai jalur perdagangan
rempah rempah dan memperluas sayap kekuasaan untuk memudahkan mereka
membuka jalur ke Banda dan Maluku.
Armada perang Belanda pada waktu itu dipimpin
oleh Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon Speelman. Selama satu
tahun penuh Kesultanan Gowa diserang, serangan ini pula yang
mengakibatkan sebagian benteng hancur.
Akibat kekalahan ini Sultan Gowa
dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November
1667.
Gubernur Jendral Speelman kemudian membangun
kembali benteng yang sebagian hancur dengan model arsitektur Belanda.
Bentuk benteng yang tadinya berbentuk segi empat dengan empat bastion,
ditambahkan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng kemudian
dinamakan Fort Rotterdam, yang merupakan nama tempat kelahiran Speelman.
Sejak saat itu Benteng Fort Rotterdam
berfungsi sebagai pusat perdagangan dan penimbunan hasil bumi dan rempah
rempah sekaligus pusat pemerintahan Belanda di wilayah Timur Nusantara
(Indonesia).
Arsitektur Benteng
Dinding benteng ini kokoh menjulang setinggi 5
meter dengantebal dinding sekitar 2 meter, dengan pintu utama berukuran
kecil. Jika dilihat dari udara benteng ini berbentuk segi lima seperti
penyu yang hendak masuk kedalam pantai. Karena benteng ini bentuknya
mirip penyu, kadang juga benteng ini juga dinamakan Benteng Panynyua
(Penyu). Benteng ini mempunyai 5 Bastion, yaitu bangunan yang lebih
kokoh dan posisinya lebih tinggi di setiap sudut benteng yang biasanya
ditempatkan kanon atau meriam diatasnya.
Wisata Sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar