Sesuai dengan namanya, tempat wisata milik Benny Mamoto ini menawarkan ilmu pengetahuan tentang sejarah dan seni budaya yang disajikan secara visual.
“Disini ada beberapa gedung. Ada yang digunakan sebagai ruang sejarah dan seni budaya yang didalamnya terdapat batu peninggalan leluhur, contoh baju adat, perkakas jaman dulu, alat musik Minahasa dan alat transportasi seperti perahu dan sepeda yang biasa digunakan tempo dulu.

Seperti lokasi wisata pada umumnya yang memiliki maskot, tempat ini juga memilikinya yaitu Terompet dan Kolintang raksasa.
“Di bilang maskot bisa juga karena letaknya di depan dan tepat di tengah lapangan jadi dengan mudah bisa dilihat siapa saja yang lewat. Makanya kebanyakan orang lebih familiar dengan terompet raksasa daripada Institut Seni Budaya.
Terompet dan Kolintang raksasa ini juga bisa dioperasikan. Tidak jarang kalau pengunjung ramai mereka meminta agar terompet raksasa dibunyikan”, tutur Juju kepada BeritaManado.com.
Ia pun menegaskan bahwa untuk menikmati wisata seni budaya ditempat ini, pengunjung tidak dipungut biaya apapun.
“Disini gratis. Pengunjung tidak dibebankan biaya apapun. Hanya saja dimohonkan untuk menjaga kebersihan di lingkungan,” pungkasnya. (Sri)
Bagaimana sih seluk beluk rakyat Minahasa dalam berlaku seni, dari zaman dahulu hingga sekarang ? Semuanya itu dapat disaksikan di Institut Seni Budaya Sulawesi Utara (ISB Sulut).

Di sini, anda dapat menyaksikan berbagai iven nasional maupun internasional yang diselenggarakan ISB Sulut melalui berbagai foto dan dokumentasi yang dipajang di museum, yang diberi nama Museum Pinawetengan.
Di sini pula, anda dapat melihat berbagai benda seni berupa alat musik zaman dulu dan berbagai busana yang digunakan penari Minahasa. Seperti busana maengket, dan busana tarian kabasaran. Ada juga benda-benda tradisional klasik lainnya yang dipajang. Juga musik-musik tradisional Minahasa yang digunakan hingga saat ini, seperti kolintang dan musik bambu.

Alat musik kolintang raksasa, pergelaran kolintang massal, terompet kontra bas raksasa, musik bambu massal, musik bia massa dari Desa Batu, Likupang dan rekor kain tenun Pinawetengan terpanjang, serta kuliner Minahasa nasi jaha terpanjang.
Semua rekor dunia tersebut dipajang di kawasan ini. Terompet kontra bas raksasa yang berada di tengah kawasan ini menjadi primadona warga untuk berfoto. Mengabadikan gambar di terompet ini, menjadi tanda anda pernah menjajakan kaki di tempat ini. Juga kolintang raksasa yang berada di sebelahnya.
Jelajah Celebes Heritage hari pertama akan menempuh jalur : Manado – Tompaso – Kawangkoan – Bintauna – Isimu – Marissa – Torosiaje. Dimana Torosiaje adalah salah satu desa tempat tinggal Suku Bajo yang juga tujuan selanjutnya di hari kedua. Estimasinya, total perjalanan ini akan ditempuh selama 18 Jam perjalanan darat dengan Daihatsu Terios.
Dari Manado keberangkatan saya dan tim #Terios7Wonders dimulai dari Kantor Cabang Daihatsu Malalayang. Disitu juga diadakan upacara pembukaan dengan tari – tarian khas Sulawesi sebelum seluruh tim benar benar diberangkatkan. Pertunjukan yang menghibur sebelum mengawali sebuah perjalanan panjang :D
Tarian khas Sulawesi yang dipertunjukkan di detik – detik keberangkatan jelajah celebes heritage.

Menuju Tompaso bukan tiada tantangan. Setiap jengkal jalanan celebes selalu bisa menantang para petualang.
Ada juga sebuah museum wale anti narkoba (red : wale artinya rumah) yang didalamnya menjelaskan banyak hal tentang narkoba. Mulai dari sejarahnya, efek buruk terhadap tubuh, cara mengedarkannya di Indonesia dan dunia, hingga ditampilkannya foto – foto mengerikan orang yang kecanduan narkoba dan overdosis. Efek narkoba ini begitu mengerikan! Jangan pernah sekali – kali mencobanya ya!!
Daya tarik Pa’ Dior tidak hanya museum saja. Malah sebenarnya yang membuat saya tertarik ketika baru saja sampai adalah sebuah terompet yang ada di bagian tengahnya. Eits, ini terompet bukan sekedar terompet teman – teman!
Yang depan terompet terbesar di dunia, sementara yang dibelakang adalah Kulintang terbesar di dunia.

Bunaken, Bubur, dan B…. Ah, sudahlah yang jelas kalau teman – teman ada kesempatan mengunjungi Sulawesi Utara, haruslah menyempatkan diri datang ke Pa’ Dior yang ada di Tompaso. Sekarang saya harus menempuh perjalanan panjang melewati jalur darat Sulawesi yang berkelok – kelok untuk menuju desa tempat Suku Bajo tinggal, yaitu Torosiaje.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar