Asal mula nama Gorontalo memiliki
banyak versi atau pendapat yang hingga kini belum ada semacam kesepakatan,
manay yang dapat menjadi rujukan yang tepat oleh para generasi muda. Meski
demikian, perbedaan versi tersebut bukan faktor yang dapat memicu perdebatan
yang berkepanjangan, justru sebaliknya, hal itu merupakan anugerah atau
kekayaan yang menunjukkan, betapa orang Gorontalo merupakan masyarakat yang
kaya nan beragam.
Kata Gorontalo menurut versi yang hidup secara turun temurun
dan diyakini oleh sebagian kalangan, terutama oleh para sesepuh, adalah sebuah
kata yang terbentuk akibat pengaruh “lidah” Belanda, yakni bangsa yang dicatat
oleh sejarah yang menjajah Indonesia selama 350 tahun lamanya termasuk
Gorontalo. Huruh H, dalam penulisan dan penyebutannya dalam bahsa Belanda
selalu ditulis dan disebut dengan huruf “G” dan beberapa istilah lainnya,
karena pengaruh lidah orang Belandayang selalu kedengarannya aneh atau
menyimpang dari versi aslinya yang dikenal dalam bahasa Gorontalo Bula-bula’i.
hal ini bagi mereka yang berpendapatan bahwa kata Gorontalo, berawal dari
Hulontaloyang dikarena “lidah” Belanda dibaca menjadi Gorontalo. Dari pendapat
ini, muncul asumsi yang menyebutkan bahwa Gorontalo berasal dari kata Holand
Talo,yakni negeri Belanda dikerajaan Talo.
Negeri Belanda pada zaman duludan
hingga sekarang disebut dengan “Holand”, karena kondisi geografis Gorontalo
yang konon menyerupai negeri Belanda yang selalu digenangi air dan berada
ditepi laut, juga terlettak disebuah lembah, karena dikelilngi oleh gunung,
maka disebut sebagai negerinya Holand yang berada dikerajaan Talo. Mengapa
kerajaan Talo ? karena konon sebelum Belanda masuk ke Gorontalo, terlebih
dahulu menguasai kerajaan Gowa dan Talo yang resmi menguasai daerah ini tahun
1669 setelah perjanjian Bongaya 1667. Dari kerajaan Talo Belanda terus
memperluas daerah kekuasaannya ke Tarnate dan akhirnya ke Gorontalo. Dari
Tarnate inilah, Belanda mengenal dan akhirnya memasuki Gorontalo. Proses
masuknya Belanda ke Gorontalo berawal dari perseterua antara penguasa Limboto
dan penguasa Gorontalo. Penguasa Limboto dalam perseteruan ini, meminta bala
bantuan Tarnate dan Kerajaan Gorontalo meminta bantuan Kerajaan Gowa. Pendapat
ini bisa saja benar, jika menurut kembali ke sumber yang diungkap dalam Buku Sejarah
Perjuangan Rakyat Gorontalo yang disusun oleh Yayasan 23 Januari 1942,
bekerjasama dengan IKIP Negeri Manado Cabang Gorontalo yang diterbitkan oleh
PT.Gobel Dharma Nusantara tahun 1981.
Hal ini kian mendekati kebenaran karena daerah ini,
khususnya kawasan kota Gorontalo sekarang, secara geografis dapat diamati
merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung, berbentuk seperti
tempayan, berada dimuara teluk tomini dan juga tempat bermuaranya dua sungai
besar yaitu Sungai Bolango dan Sungai Bone yang sesekali jika air pasang selalu
menggenangi dataran rendah disekitarnya. Dengan asumsi lain, bahwa dibandingkan
dengan kawasan lainnya di wilayah Sulawisi, bumi Gorontalo, khususnya kawasan
kota Gorontalo berada di dataran rendah (tiba-tibawa) atau tanahnya,
datarannya, atau dalam bahasa Gorontalo hutaliyo yang “Lohu-lohu”. Semnetara “
Pilontdalenga” atau berjalan kian kemari merupakan istilah yang muncul karena,
tabiat atau perangai Olangia (Raja) yang selalu berjalan mengelilingi
kerajaan-kerajaan tetanggaynya. “ konon menurut cerita, raja pertama di dataran
Gorontalo dikenal dengan nama Raja Humalanggi yang menikah dengan anak Raja
Mooduto VII pada tahun 1300-an abad ke XIII. Dari pernikahn ini lahirlah 8orang
anak yang selanjutnya menerunkan pemimpin-pemimpin Gorontalo dari masa kemasa.
Tidak heran jika Raja Humalanggi mendapat gelar sebagai “ Ti Bapu Da’a Lo
Hulontdalo”. Atau kakeknya orang Gorontalo.
Salah seorang diantara anak dari
Raja Humalanggi adalah Wadipalapa yang mendapat mewarisi kerajaan. Menurut
kisah yang dituturkan turun menurun, bahwa Raja Wadipalapa memiliki perangai
yang baik. Ia selalu menjaga hubungan silaturahmi dengan rakyat yang
dipimpinnya dan rajin berkunjung pada raja-raja lainnya yang menjadi tentangga
kerajaannya. Perangai Raja Wadipalapa yang selalu berjalan hilir mudik
mengelilingi kerajaan-kerajaan lainnya di Gorontalo ini, menjadikan 17 kerajaan
(linula) di kawasan ini dalam beberapa puluh tahun lamanya hidup berdampngan secara
damai. Tidak heran jika Raja Wadipalapa mendapat gelar “Ilahudu” yang artinya
raja yang mampu mempersatukan raja-raja kecil di Gorontalo. Hal ini juga
sejalan dengan karakter orang Gorontalo yang suka bepergian, (montdalengo,
“ntda-ntdalenga”) atau saling mengunjungi meski harus berjalan kaki sekalipun.
Tidak heran pula,
Gorontalo saat ini terdapat banyak desa yang menunjukkan
jejak-jejak perjalanan jauh, seperti “Pilohuwata” (paguat) atau menempuh
perjalanan jauh dengan berjalan kaki, atau nama “isimu” yang berasal dari kata
“Pilona’owa lo limbuta” atau tempat yang dilalui dengan menempuh perjalanan
jauh dengan berjalan kaki. Asumsi tentang asal mula nama Gorontalo,
Hulontdalangi atau “huta lohu-lohu”, Pilontdalenga’u langi-langi juga,
diperkuat dengan keberadaan kerajaan digorntalo pada abad XVI dan XVII yang
dikenal dengan “Raja Tatohuliyaliyo” dan Raja Tatotilayo. Istilah, “Huliyaliyo”
dan “Tatitilayo” adalah istilah untuk sungai, yakni “Tilayo” adalah kawasan
hulu sungai yang “posisinya berada di ketinggian” sehingga sumber air atau arus
sungai mengalir kedataran bawah (hilir) yang disebut “Huliyaliyo”. Artinya,
posisi “Tilayo” adalah hulu yang berada di atas ketinggian, dan “Huliyaliyo”
adalah kawasan dataran rendah, arus sungai selalu mengalir dari atas kebawah.
Biasanya, daerah hilir atau tanah dikawasan hilir selalu digenangi air yang
terbukti hingga saat ini, ketika turun hujan maka dalam hitungan jam saja,
Goorntalo sudah digenangi air yang membutuhkan waktu berjam-jema untuk surut.
Dengan demikian, asal mula nama Gorontalo yang berasal dari “kata
Hulontdalangi” mendekati kebenaran, jika menggunakan perspektif geografis
wilayah Gorontalo yang menjadi dareah hilir sungai Bolango dan sungai Bone yang
mebgalir dari kawasan ketinggian di wilayah Dulomayo Kec. Telaga Biru sekarang.
Bahkan lebih dari itu, filosofi kepemimpinan di Gorontalo, jika diamati,
spiritnya bersumber dari sifat sungai yakni daerah “hulu” disebut juga dengan
istilah “Tauwa” yang digunakan untuk julukan para pemimpin puncak (olongia)
yang disebut “Tauwa Lo Lipu” dibagian bawah hulu sungai (kawasan antara)
disebut dengan “Buta’iyoyang dalam sistem kerajaan disebut dengan “Bubato” atau
para abdi (aparat) kerajaan bagian hilir, disebut “huliyaliyo” yakni rakyat
yang menjadi obyek dimana air dari hulu mengalir. Ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa Hulontdalo,Hulontdalo berasal dari kata “Huo Lolontdalango”
artinya orang Gowa yang berjalan kian kemari. “Hulutalangi” yang berate mulia.
“Hulua Lo Tola” artinya tempat pembiakan ikan Kabos (Gabus), “Pogolatalo atau
Phulatalo” artinya tempat menunggu.
Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa
Hulontalo adalah nama salah seorang kemenakan Raja tidore yang melarinkan diri
dan terdampar di daerah ini. Pendapat lainnya mengenai asal mula nama Gorontalo
juga di persepsikan berasal dari akat “gunung Telu” dari ucapan orang Gowa yang
apabila memasuki pelabuhan Gorontalo melihat tiga buah gunung yang menonjol di
dataran Gorontalo. Ada juga yang berpendapat bahwa Hulondtalangi berasal dari
ungkapan perpindahan “orang-orang” yang sebelumnya hidup digunung-gunung(Huidu)
mulai turun ke daratan yang masih digenangi air atau “ Ta Lontdo Huidu ode Huta
U’langi-langi”. Pendapat ini mendekati kebenaran jika merujuk pada kondisi
geografis Gorontalo yang dikelilingi oleh perbukitan atau pegunungan.
Sumber : Ali Mobiliu (dalam bukunya yang berujudul MOMU’ATO, membuka tabir 1. Kisah Asal Mula Nama-nam Kampung Di Gorontalo)
Sumber : Kompasiana
Sumber : Ali Mobiliu (dalam bukunya yang berujudul MOMU’ATO, membuka tabir 1. Kisah Asal Mula Nama-nam Kampung Di Gorontalo)
Sumber : Kompasiana
Asal mula nama
Gorontalo memiliki banyak versi atau pendapat yang hingga kini belum ada
semacam kesepakatan, manay yang dapat menjadi rujukan yang tepat oleh
para generasi muda.
Meski demikian, perbedaan versi tersebut bukan faktor yang dapat memicu
perdebatan yang berkepanjangan, justru sebaliknya, hal itu merupakan
anugerah atau kekayaan yang menunjukkan, betapa orang Gorontalo
merupakan masyarakat yang kaya nan beragam.
Kata Gorontalo menurut versi yang hidup secara turun temurun dan
diyakini oleh sebagian kalangan, terutama oleh para sesepuh, adalah
sebuah kata yang terbentuk akibat pengaruh “lidah” Belanda, yakni bangsa
yang dicatat oleh sejarah yang menjajah Indonesia selama 350 tahun
lamanya termasuk Gorontalo.
Huruh H, dalam penulisan dan penyebutannya dalam bahsa Belanda selalu
ditulis dan disebut dengan huruf “G” dan beberapa istilah lainnya,
karena pengaruh lidah orang Belandayang selalu kedengarannya aneh atau
menyimpang dari versi aslinya yang dikenal dalam bahasa Gorontalo
Bula-bula’i. hal ini bagi mereka yang berpendapatan bahwa kata
Gorontalo, berawal dari Hulontaloyang dikarena “lidah” Belanda dibaca
menjadi Gorontalo.
Dari pendapat ini, muncul asumsi yang menyebutkan bahwa Gorontalo
berasal dari kata Holand Talo,yakni negeri Belanda dikerajaan Talo.
Negeri Belanda pada zaman duludan hingga sekarang disebut dengan
“Holand”, karena kondisi geografis Gorontalo yang konon menyerupai
negeri Belanda yang selalu digenangi air dan berada ditepi laut, juga
terlettak disebuah lembah, karena dikelilngi oleh gunung, maka disebut
sebagai negerinya Holand yang berada dikerajaan Talo.
Mengapa kerajaan Talo ? karena konon sebelum Belanda masuk ke Gorontalo,
terlebih dahulu menguasai kerajaan Gowa dan Talo yang resmi menguasai
daerah ini tahun 1669 setelah perjanjian Bongaya 1667. Dari kerajaan
Talo Belanda terus memperluas daerah kekuasaannya ke Tarnate dan
akhirnya ke Gorontalo.
Dari Tarnate inilah, Belanda mengenal dan akhirnya memasuki Gorontalo.
Proses masuknya Belanda ke Gorontalo berawal dari perseterua antara
penguasa Limboto dan penguasa Gorontalo. Penguasa Limboto dalam
perseteruan ini, meminta bala bantuan Tarnate dan Kerajaan Gorontalo
meminta bantuan Kerajaan Gowa.
Pendapat ini bisa saja benar, jika menurut kembali ke sumber yang
diungkap dalam Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Gorontalo yang disusun
oleh Yayasan 23 Januari 1942, bekerjasama dengan IKIP Negeri Manado
Cabang Gorontalo yang diterbitkan oleh PT.Gobel Dharma Nusantara tahun
1981.
Dalam buku tersebut, Belanda resmi menguasai Gorontalo pada tahun 1678.
Pada masa itu, Gorontalo dipimpin oleh Raja Biya diselatan
Tatohuliyaliyo yang memerintah dari tahun 1677 s/d 1690 dan Raya Eyato
di utara Tatotilayo yang nemerintah dari tahun 1673 s/d 1679.
GUBERNUR VOC untuk wilayah Ternate R. Padbrugge, setibanya di Gorontalo
pada masa itu, mengajukan kontrak kepada Raja Biya, namun kontrak
tersebut ditolak mentah-mentah. Karena mendapat penolakan, R.Padbrugge
pada tahun 1681 memutuskan menyerang Gorntalo hingga pecahnya perang
“Padengo” yang berjarak kurang lebih 10km dari pusat kerajaan (Desa
Padengo Kec. Kabila sekarang).
Namun dalam perang tersebut, Raja Biya dibantu dan diperkuat oleh Raya
Eyato, “Tatolilayo” namun dalam perang Padengo tersebut, Raya Eyato
tertangkap oleh belanda dan dibuang ke Ceylon, sehingga ia mendapat
gelar “Tatoceyloni” atau yang diceylonkan. Usai penangkapan Raja Eyato,
perlawanan terhadap belanda dilanjutkan kembali oleh raja Biya. Sejak
saat itulah,kemudian Gorontalo disebut sebagai “Holand Talo” atau negeri
Holand dari kerajaan Talo.
Versi lainnya menyebutkan, kata Gorontalo berasal dari kata “
Hulantdalangi” yang merupakan padanan dari kata “ Huta Lohu-lohu
Pilontdalenga bo langi-langi”yang artinya tanah/bumi yang labil seperti
turun kebawah yang digenangi air, yang diatasnya terdapat orang berjalan
kesana kemari.
Ungkapan ini bisa saja benar, karena kata “lohu-lohu”, biasanya
digunakan oleh leluhur kita untuk penyebutan “tanah yang labil yang
menjorok kebawah dan disekelilingnya terdapat bagian atau daratan
tertinggi. Hal ini kian mendekati kebenaran karena daerah ini, khususnya
kawasan kota Gorontalo sekarang, secara geografis dapat diamati
merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung, berbentuk seperti
tempayan, berada dimuara teluk tomini dan juga tempat bermuaranya dua
sungai besar yaitu Sungai Bolango dan Sungai Bone yang sesekali jika air
pasang selalu menggenangi dataran rendah disekitarnya. Dengan asumsi
lain, bahwa dibandingkan dengan kawasan lainnya di wilayah Sulawisi,
bumi Gorontalo, khususnya kawasan kota Gorontalo berada di dataran
rendah (tiba-tibawa) atau tanahnya, datarannya, atau dalam bahasa
Gorontalo hutaliyo yang “Lohu-lohu”.
Semnetara “ Pilontdalenga” atau berjalan kian kemari merupakan istilah
yang muncul karena, tabiat atau perangai Olangia (Raja) yang selalu
berjalan mengelilingi kerajaan-kerajaan tetanggaynya. “ konon menurut
cerita, raja pertama di dataran Gorontalo dikenal dengan nama Raja
Humalanggi yang menikah dengan anak Raja Mooduto VII pada tahun 1300-an
abad ke XIII. Dari pernikahn ini lahirlah 8orang anak yang selanjutnya
menerunkan pemimpin-pemimpin Gorontalo dari masa kemasa. Tidak heran
jika Raja Humalanggi mendapat gelar sebagai “ Ti Bapu Da’a Lo
Hulontdalo”. Atau kakeknya orang Gorontalo.
Salah seorang diantara anak dari Raja Humalanggi adalah Wadipalapa yang
mendapat mewarisi kerajaan.
Menurut kisah yang dituturkan turun menurun, bahwa Raja Wadipalapa
memiliki perangai yang baik. Ia selalu menjaga hubungan silaturahmi
dengan rakyat yang dipimpinnya dan rajin berkunjung pada raja-raja
lainnya yang menjadi tentangga kerajaannya.
Perangai Raja Wadipalapa yang selalu berjalan hilir mudik mengelilingi
kerajaan-kerajaan lainnya di Gorontalo ini, menjadikan 17 kerajaan
(linula) di kawasan ini dalam beberapa puluh tahun lamanya hidup
berdampngan secara damai. Tidak heran jika Raja Wadipalapa mendapat
gelar “Ilahudu” yang artinya raja yang mampu mempersatukan raja-raja
kecil di Gorontalo.
Hal ini juga sejalan dengan karakter orang Gorontalo yang suka
bepergian, (montdalengo, “ntda-ntdalenga”) atau saling mengunjungi meski
harus berjalan kaki sekalipun.
Tidak heran pula, Gorontalo saat ini terdapat banyak desa yang
menunjukkan jejak-jejak perjalanan jauh, seperti “Pilohuwata” (paguat)
atau menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki, atau nama “isimu”
yang berasal dari kata “Pilona’owa lo limbuta” atau tempat yang dilalui
dengan menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Asumsi tentang
asal mula nama Gorontalo, Hulontdalangi atau “huta lohu-lohu”,
Pilontdalenga’u langi-langi juga, diperkuat dengan keberadaan kerajaan
digorntalo pada abad XVI dan XVII yang dikenal dengan “Raja
Tatohuliyaliyo” dan Raja Tatotilayo.
Istilah, “Huliyaliyo” dan “Tatitilayo” adalah istilah untuk sungai,
yakni “Tilayo” adalah kawasan hulu sungai yang “posisinya berada di
ketinggian” sehingga sumber air atau arus sungai mengalir kedataran
bawah (hilir) yang disebut “Huliyaliyo”. Artinya, posisi “Tilayo” adalah
hulu yang berada di atas ketinggian, dan “Huliyaliyo” adalah kawasan
dataran rendah, arus sungai selalu mengalir dari atas kebawah.
Biasanya, daerah hilir atau tanah dikawasan hilir selalu digenangi air
yang terbukti hingga saat ini, ketika turun hujan maka dalam hitungan
jam saja, Goorntalo sudah digenangi air yang membutuhkan waktu
berjam-jema untuk surut. Dengan demikian, asal mula nama Gorontalo yang
berasal dari “kata Hulontdalangi” mendekati kebenaran, jika menggunakan
perspektif geografis wilayah Gorontalo yang menjadi dareah hilir sungai
Bolango dan sungai Bone yang mebgalir dari kawasan ketinggian di wilayah
Dulomayo Kec. Telaga Biru sekarang.
Bahkan lebih dari itu, filosofi kepemimpinan di Gorontalo, jika diamati,
spiritnya bersumber dari sifat sungai yakni daerah “hulu” disebut juga
dengan istilah “Tauwa” yang digunakan untuk julukan para pemimpin
puncak (olongia) yang disebut “Tauwa Lo Lipu” dibagian bawah hulu sungai
(kawasan antara) disebut dengan “Buta’iyoyang dalam sistem kerajaan
disebut dengan “Bubato” atau para abdi (aparat) kerajaan bagian hilir,
disebut “huliyaliyo” yakni rakyat yang menjadi obyek dimana air dari
hulu mengalir.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Hulontdalo,Hulontdalo berasal
dari kata “Huo Lolontdalango” artinya orang Gowa yang berjalan kian
kemari. “Hulutalangi” yang berate mulia. “Hulua Lo Tola” artinya tempat
pembiakan ikan Kabos (Gabus), “Pogolatalo atau Phulatalo” artinya tempat
menunggu.
Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa Hulontalo adalah nama salah
seorang kemenakan Raja tidore yang melarinkan diri dan terdampar di
daerah ini. Pendapat lainnya mengenai asalmula nama Gorontalo juga di
persepsikan berasal dari akat “gunung Telu” dari ucapan orang Gowa yang
apabila memasuki pelabuhan Gorontalo melihat tiga buah gunung yang
menonjol di dataran Gorontalo.
Ada juga yang berpendapat bahwa Hulondtalangi berasal dari ungkapan
perpindahan “orang-orang” yang sebelumnya hidup digunung-gunung(Huidu)
mulai turun ke daratan yang masih digenangi air atau “ Ta Lontdo Huidu
ode Huta U’langi-langi”. Pendapat ini mendekati kebenaran jika merujuk
pada kondisi geografis Gorontalo yang dikelilingi oleh perbukitan atau
pegunungan.
Sumber :
Ali Mobiliu (dalam bukunya yang berujudul MOMU’ATO, membuka tabir 1.
Kisah Asal Mula Nama-nam Kampung Di Gorontalo)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/faradilaalamri/tentang-asal-mula-nama-gorontalo_57e918c6799773e71a6eb264
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/faradilaalamri/tentang-asal-mula-nama-gorontalo_57e918c6799773e71a6eb264
Asal mula nama
Gorontalo memiliki banyak versi atau pendapat yang hingga kini belum ada
semacam kesepakatan, manay yang dapat menjadi rujukan yang tepat oleh
para generasi muda.
Meski demikian, perbedaan versi tersebut bukan faktor yang dapat memicu
perdebatan yang berkepanjangan, justru sebaliknya, hal itu merupakan
anugerah atau kekayaan yang menunjukkan, betapa orang Gorontalo
merupakan masyarakat yang kaya nan beragam.
Kata Gorontalo menurut versi yang hidup secara turun temurun dan
diyakini oleh sebagian kalangan, terutama oleh para sesepuh, adalah
sebuah kata yang terbentuk akibat pengaruh “lidah” Belanda, yakni bangsa
yang dicatat oleh sejarah yang menjajah Indonesia selama 350 tahun
lamanya termasuk Gorontalo.
Huruh H, dalam penulisan dan penyebutannya dalam bahsa Belanda selalu
ditulis dan disebut dengan huruf “G” dan beberapa istilah lainnya,
karena pengaruh lidah orang Belandayang selalu kedengarannya aneh atau
menyimpang dari versi aslinya yang dikenal dalam bahasa Gorontalo
Bula-bula’i. hal ini bagi mereka yang berpendapatan bahwa kata
Gorontalo, berawal dari Hulontaloyang dikarena “lidah” Belanda dibaca
menjadi Gorontalo.
Dari pendapat ini, muncul asumsi yang menyebutkan bahwa Gorontalo
berasal dari kata Holand Talo,yakni negeri Belanda dikerajaan Talo.
Negeri Belanda pada zaman duludan hingga sekarang disebut dengan
“Holand”, karena kondisi geografis Gorontalo yang konon menyerupai
negeri Belanda yang selalu digenangi air dan berada ditepi laut, juga
terlettak disebuah lembah, karena dikelilngi oleh gunung, maka disebut
sebagai negerinya Holand yang berada dikerajaan Talo.
Mengapa kerajaan Talo ? karena konon sebelum Belanda masuk ke Gorontalo,
terlebih dahulu menguasai kerajaan Gowa dan Talo yang resmi menguasai
daerah ini tahun 1669 setelah perjanjian Bongaya 1667. Dari kerajaan
Talo Belanda terus memperluas daerah kekuasaannya ke Tarnate dan
akhirnya ke Gorontalo.
Dari Tarnate inilah, Belanda mengenal dan akhirnya memasuki Gorontalo.
Proses masuknya Belanda ke Gorontalo berawal dari perseterua antara
penguasa Limboto dan penguasa Gorontalo. Penguasa Limboto dalam
perseteruan ini, meminta bala bantuan Tarnate dan Kerajaan Gorontalo
meminta bantuan Kerajaan Gowa.
Pendapat ini bisa saja benar, jika menurut kembali ke sumber yang
diungkap dalam Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Gorontalo yang disusun
oleh Yayasan 23 Januari 1942, bekerjasama dengan IKIP Negeri Manado
Cabang Gorontalo yang diterbitkan oleh PT.Gobel Dharma Nusantara tahun
1981.
Dalam buku tersebut, Belanda resmi menguasai Gorontalo pada tahun 1678.
Pada masa itu, Gorontalo dipimpin oleh Raja Biya diselatan
Tatohuliyaliyo yang memerintah dari tahun 1677 s/d 1690 dan Raya Eyato
di utara Tatotilayo yang nemerintah dari tahun 1673 s/d 1679.
GUBERNUR VOC untuk wilayah Ternate R. Padbrugge, setibanya di Gorontalo
pada masa itu, mengajukan kontrak kepada Raja Biya, namun kontrak
tersebut ditolak mentah-mentah. Karena mendapat penolakan, R.Padbrugge
pada tahun 1681 memutuskan menyerang Gorntalo hingga pecahnya perang
“Padengo” yang berjarak kurang lebih 10km dari pusat kerajaan (Desa
Padengo Kec. Kabila sekarang).
Namun dalam perang tersebut, Raja Biya dibantu dan diperkuat oleh Raya
Eyato, “Tatolilayo” namun dalam perang Padengo tersebut, Raya Eyato
tertangkap oleh belanda dan dibuang ke Ceylon, sehingga ia mendapat
gelar “Tatoceyloni” atau yang diceylonkan. Usai penangkapan Raja Eyato,
perlawanan terhadap belanda dilanjutkan kembali oleh raja Biya. Sejak
saat itulah,kemudian Gorontalo disebut sebagai “Holand Talo” atau negeri
Holand dari kerajaan Talo.
Versi lainnya menyebutkan, kata Gorontalo berasal dari kata “
Hulantdalangi” yang merupakan padanan dari kata “ Huta Lohu-lohu
Pilontdalenga bo langi-langi”yang artinya tanah/bumi yang labil seperti
turun kebawah yang digenangi air, yang diatasnya terdapat orang berjalan
kesana kemari.
Ungkapan ini bisa saja benar, karena kata “lohu-lohu”, biasanya
digunakan oleh leluhur kita untuk penyebutan “tanah yang labil yang
menjorok kebawah dan disekelilingnya terdapat bagian atau daratan
tertinggi. Hal ini kian mendekati kebenaran karena daerah ini, khususnya
kawasan kota Gorontalo sekarang, secara geografis dapat diamati
merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung, berbentuk seperti
tempayan, berada dimuara teluk tomini dan juga tempat bermuaranya dua
sungai besar yaitu Sungai Bolango dan Sungai Bone yang sesekali jika air
pasang selalu menggenangi dataran rendah disekitarnya. Dengan asumsi
lain, bahwa dibandingkan dengan kawasan lainnya di wilayah Sulawisi,
bumi Gorontalo, khususnya kawasan kota Gorontalo berada di dataran
rendah (tiba-tibawa) atau tanahnya, datarannya, atau dalam bahasa
Gorontalo hutaliyo yang “Lohu-lohu”.
Semnetara “ Pilontdalenga” atau berjalan kian kemari merupakan istilah
yang muncul karena, tabiat atau perangai Olangia (Raja) yang selalu
berjalan mengelilingi kerajaan-kerajaan tetanggaynya. “ konon menurut
cerita, raja pertama di dataran Gorontalo dikenal dengan nama Raja
Humalanggi yang menikah dengan anak Raja Mooduto VII pada tahun 1300-an
abad ke XIII. Dari pernikahn ini lahirlah 8orang anak yang selanjutnya
menerunkan pemimpin-pemimpin Gorontalo dari masa kemasa. Tidak heran
jika Raja Humalanggi mendapat gelar sebagai “ Ti Bapu Da’a Lo
Hulontdalo”. Atau kakeknya orang Gorontalo.
Salah seorang diantara anak dari Raja Humalanggi adalah Wadipalapa yang
mendapat mewarisi kerajaan.
Menurut kisah yang dituturkan turun menurun, bahwa Raja Wadipalapa
memiliki perangai yang baik. Ia selalu menjaga hubungan silaturahmi
dengan rakyat yang dipimpinnya dan rajin berkunjung pada raja-raja
lainnya yang menjadi tentangga kerajaannya.
Perangai Raja Wadipalapa yang selalu berjalan hilir mudik mengelilingi
kerajaan-kerajaan lainnya di Gorontalo ini, menjadikan 17 kerajaan
(linula) di kawasan ini dalam beberapa puluh tahun lamanya hidup
berdampngan secara damai. Tidak heran jika Raja Wadipalapa mendapat
gelar “Ilahudu” yang artinya raja yang mampu mempersatukan raja-raja
kecil di Gorontalo.
Hal ini juga sejalan dengan karakter orang Gorontalo yang suka
bepergian, (montdalengo, “ntda-ntdalenga”) atau saling mengunjungi meski
harus berjalan kaki sekalipun.
Tidak heran pula, Gorontalo saat ini terdapat banyak desa yang
menunjukkan jejak-jejak perjalanan jauh, seperti “Pilohuwata” (paguat)
atau menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki, atau nama “isimu”
yang berasal dari kata “Pilona’owa lo limbuta” atau tempat yang dilalui
dengan menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki. Asumsi tentang
asal mula nama Gorontalo, Hulontdalangi atau “huta lohu-lohu”,
Pilontdalenga’u langi-langi juga, diperkuat dengan keberadaan kerajaan
digorntalo pada abad XVI dan XVII yang dikenal dengan “Raja
Tatohuliyaliyo” dan Raja Tatotilayo.
Istilah, “Huliyaliyo” dan “Tatitilayo” adalah istilah untuk sungai,
yakni “Tilayo” adalah kawasan hulu sungai yang “posisinya berada di
ketinggian” sehingga sumber air atau arus sungai mengalir kedataran
bawah (hilir) yang disebut “Huliyaliyo”. Artinya, posisi “Tilayo” adalah
hulu yang berada di atas ketinggian, dan “Huliyaliyo” adalah kawasan
dataran rendah, arus sungai selalu mengalir dari atas kebawah.
Biasanya, daerah hilir atau tanah dikawasan hilir selalu digenangi air
yang terbukti hingga saat ini, ketika turun hujan maka dalam hitungan
jam saja, Goorntalo sudah digenangi air yang membutuhkan waktu
berjam-jema untuk surut. Dengan demikian, asal mula nama Gorontalo yang
berasal dari “kata Hulontdalangi” mendekati kebenaran, jika menggunakan
perspektif geografis wilayah Gorontalo yang menjadi dareah hilir sungai
Bolango dan sungai Bone yang mebgalir dari kawasan ketinggian di wilayah
Dulomayo Kec. Telaga Biru sekarang.
Bahkan lebih dari itu, filosofi kepemimpinan di Gorontalo, jika diamati,
spiritnya bersumber dari sifat sungai yakni daerah “hulu” disebut juga
dengan istilah “Tauwa” yang digunakan untuk julukan para pemimpin
puncak (olongia) yang disebut “Tauwa Lo Lipu” dibagian bawah hulu sungai
(kawasan antara) disebut dengan “Buta’iyoyang dalam sistem kerajaan
disebut dengan “Bubato” atau para abdi (aparat) kerajaan bagian hilir,
disebut “huliyaliyo” yakni rakyat yang menjadi obyek dimana air dari
hulu mengalir.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Hulontdalo,Hulontdalo berasal
dari kata “Huo Lolontdalango” artinya orang Gowa yang berjalan kian
kemari. “Hulutalangi” yang berate mulia. “Hulua Lo Tola” artinya tempat
pembiakan ikan Kabos (Gabus), “Pogolatalo atau Phulatalo” artinya tempat
menunggu.
Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa Hulontalo adalah nama salah
seorang kemenakan Raja tidore yang melarinkan diri dan terdampar di
daerah ini. Pendapat lainnya mengenai asalmula nama Gorontalo juga di
persepsikan berasal dari akat “gunung Telu” dari ucapan orang Gowa yang
apabila memasuki pelabuhan Gorontalo melihat tiga buah gunung yang
menonjol di dataran Gorontalo.
Ada juga yang berpendapat bahwa Hulondtalangi berasal dari ungkapan
perpindahan “orang-orang” yang sebelumnya hidup digunung-gunung(Huidu)
mulai turun ke daratan yang masih digenangi air atau “ Ta Lontdo Huidu
ode Huta U’langi-langi”. Pendapat ini mendekati kebenaran jika merujuk
pada kondisi geografis Gorontalo yang dikelilingi oleh perbukitan atau
pegunungan.
Sumber :
Ali Mobiliu (dalam bukunya yang berujudul MOMU’ATO, membuka tabir 1.
Kisah Asal Mula Nama-nam Kampung Di Gorontalo)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/faradilaalamri/tentang-asal-mula-nama-gorontalo_57e918c6799773e71a6eb264
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/faradilaalamri/tentang-asal-mula-nama-gorontalo_57e918c6799773e71a6eb264
Tidak ada komentar:
Posting Komentar