Kemaren sore..kebetulan pulang kantor itu jam
16.30.Jadi masih cukup waktu buat JJS Jalan jalan sore buat ngilangin
penat.Tempat nongkrong yang pas adalah duduk ditepi pantai.Dan kali ini yang
dituju adalah pantai yang berada di daerah Tuminting.
Ada yang bilang namanya Pantai Karangria.Lokasinya di sepanjang Jalan raya Boulevard 2.
Lokasinya termasuk Kelurahan Sindulang 1yang kalo dari arah Kawasan Megamas berada setelah Jembatan Soekarno.
Sampe disana sekitar jam 17.00.Cuaca lumayan sejuk dengan angin yang bertiup sepoi2.
Lokasinya termasuk Kelurahan Sindulang 1yang kalo dari arah Kawasan Megamas berada setelah Jembatan Soekarno.
Sampe disana sekitar jam 17.00.Cuaca lumayan sejuk dengan angin yang bertiup sepoi2.
Sementara matahari akan tenggelam puluhan menit lagi.Ada pemandangan yang membangkitkan kenangan masa kecil saat di Betawi dulu.Ya....maen layangan.Cuma kali ini ane ngeliatnya..maen layangan di pinggir laut.Sementara angin bertiup dari arah darat ke laut,jadi mereka adu layangannya kadang hanya bberapa meter diatas air.Dan repotnya kalo salah satu ada yang putus pasti masuk air.Gak ada istikah ''ngejar layangan' seperti maen di darat.
Sindulang, adalah sebuah ucapan dari seorang etnis Tionghoa. Sindulang
sudah ada sejak abad XIV, namun saat itu bukan Sindulang namanya. Pada
umumnya penduduk yang mendiaminya berasal dari eks kerajaan Bowontehu,
Sangihe, Sitaro, Talaud, Bantik, Ternate, Cina, dan etnis lainnya; juga
di Sindulang pemerintah kolonial Belanda pada abad XIX mendirikan
perkampungan Borgo.
Orang-orang Borgo sangat diistimewakan oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga membuat mereka bangga dan sombong, juga mereka tidak mau bergaul dengan orang yang bukan Borgo. Mereka sering mencegat atau menghadang orang luar yang masuk ke perkampungan Borgo. Karena itu, perkampungan Borgo mendapat sebutan Sidola (bahasa Manado), yang artinya tukang dola (tukang hadang).
Sebutan Sidola berawal ketika suatu hari seorang etnis Tionghoa masuk ke perkampungan Borgo. Setibanya di kampung Borgo ia dihadang oleh beberapa orang Borgo, namun ia dapat menyelamatkan diri dan langsung melaporkan peristiwa itu ke pemerintah kolonial Belanda.
Saat ditanya oleh orang Belanda yang menerima laporannya tentang tempat penghadangan, etnis Tionghoa yang didola (dihadang) itu menjawab, Sindulang. Berulang kali hal yang sama ditanyakan, jawaban etnis Tionghoa itu tetap sama, yaitu Sindulang. Sejak saat itulah wilayah pemukiman yang multietnis itu bernama Sindulang. Maknanya sampai saat ini selain etnis Tionghoa tersebut yang tahu, tidak ada orang lain pun yang tahu.
Orang-orang Borgo sangat diistimewakan oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga membuat mereka bangga dan sombong, juga mereka tidak mau bergaul dengan orang yang bukan Borgo. Mereka sering mencegat atau menghadang orang luar yang masuk ke perkampungan Borgo. Karena itu, perkampungan Borgo mendapat sebutan Sidola (bahasa Manado), yang artinya tukang dola (tukang hadang).
Sebutan Sidola berawal ketika suatu hari seorang etnis Tionghoa masuk ke perkampungan Borgo. Setibanya di kampung Borgo ia dihadang oleh beberapa orang Borgo, namun ia dapat menyelamatkan diri dan langsung melaporkan peristiwa itu ke pemerintah kolonial Belanda.
Saat ditanya oleh orang Belanda yang menerima laporannya tentang tempat penghadangan, etnis Tionghoa yang didola (dihadang) itu menjawab, Sindulang. Berulang kali hal yang sama ditanyakan, jawaban etnis Tionghoa itu tetap sama, yaitu Sindulang. Sejak saat itulah wilayah pemukiman yang multietnis itu bernama Sindulang. Maknanya sampai saat ini selain etnis Tionghoa tersebut yang tahu, tidak ada orang lain pun yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar